Saat Pesta Telah Usai: Sebuah Refleksi Kemenangan




Pesta Demokrasi, jamak orang menyebut juga "coblosan". Selayaknya pesta, Pilkada 2024 juga menyajikan ingar bingar panggung gemerlap. 

Seluruh mata tertuju kepada calon-calon pemimpin daerah yang berkampanye. Gegap gempita Pilkada 2024 di Sleman juga tak luput dari sorotan, bagaimana selayaknya Pesta, segala sudah disiapkan sedangkan sang tamu yakni Rakyat tinggal menikmati saja pesta-nya itu.

"Pemilu harus dirasakan sebagai pesta poranya demokrasi, sebagai penggunaan hak demokrasi yang bertanggung jawab dan sama sekali tidak berubah menjadi sesuatu yang menegangkan dan mencekam," kata Soeharto dalam Pemilu 1982.

Saat pesta demokrasi telah usai tamu-tamu (rakyat) akan pulang ke rumah, kembali ke kenyataan hidup masing-masing. Pak Tani kembali ke sawah, pedagang kembali ke pasar, dan buruh kembali ke pabrik. Sedangkan kami, para Gen Z? Kembali ke kenyataan hidup bahwa roda sosial-ekonomi di Sleman terus melindas kami. Ketimpangan sosial begitu jelas terasa bagi kami. Pendidikan yang tak terjangkau, harga bahan pokok yang terus naik, dan persaingan kerja yang alot menjadi makanan sehari-hari kami. Yakin ada perubahan? Kami selalu berdoa seperti itu.

Lantas, ketika Pesta Demokrasi usai, bagaimana nasib para pejuang suara yang mengkampanyekan paslon? Tentu jika kamu dekat dengan paslon kamu akan naik kasta, namun kalau dirimu bukan sirkel terdekat, bisa apa? Perbaiki diri, jangan bergantung. 

Seperti selayaknya pesta, yang disorot adalah siapa yang ada di atas panggung pertunjukan, siapa yang menjadi bintang tamu, siapa yang mengisi lagu dan berjoged di atas panggung. Sedangkan kita lupa, ada peran tukang panggung yang berjuang membuat panggung itu berdiri, ada tukang lampu yang memberikan sorot lampu kepada 'mereka-mereka' yang ada di atas panggung, ada peran-peran lain yang mungkin kecil namun menjadi penyangga panggung itu sendiri.

Saat pesta usai, mau kemana? Pertanyaan ini terus berkelindan di kepala. Jujur, saya tidak punya jawaban pasti akan pertanyaan tersebut. Namun, saya kembali ingat dengan kata-kata di atas, ketika pesta usai, kita akan kembali ke kehidupan nyata, dan menemui kepahitan masing-masing. 

Saat ini saya hanya ingat salah satu nasehat guru saya, bahwa setiap kita punya peran masing-masing, jalankan dan nikmati peran itu secara ikhlas dan bertanggung jawab. Dalam hemat saya, peran saya menjadi penyangga panggung telah usai dan kini saatnya kembali mengambil peran yang lain, apapun itu, asal berguna untuk kehidupan saya. Sederhana saja, hidup adalah kesunyian dan kesendirian masing-masing. Jadi, untuk kalian yang merasa bingung setelah 'pesta' ini mau ke mana, kembali ke diri sendiri saja, gali potensi, perdalam kemampuan, berdaya, dan berdikari. Salam.

~Tio

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Panitia Agustusan: Tokoh Nasionalis Saat Ini, Tapi Masih Sering Disepelekan

Belajar Sabar dari Sosok Pak Suharji, Penjual Es Teh yang Dihina G*bl*k