Degradasi Moral dan Etika Generasi Muda, Salah Siapa?
Indonesia dikenal dengan negara paling ramah dan bermoral. Bahkan, negara manca menyebut bahwa masyarakat Indonesia paling murah senyum. Yhaa seperti yang diketahui, orang-orang Indonesia selalu bisa senyum, meski ditindas penguasa, dirusak alamnya, dipaksa untuk terus menderita, tapi lihat! Kita masih bisa senyum! bukankah itu sebuah kebanggaan? Hahaha.
Meski dikenal dengan keramah-tamahan warganya namun seiring berjalannya waktu 'cap' negara ramah dan bermoral itu semakin hari semakin luntur. Lihat saja di berita-berita hari ini, meningkatnya kasus bullying, kasus kekerasan, kasus korupsi, dan kasus kejahatan moral lainnya semakin menjauhkan negara ini dari kata "bermoral dan beretika". Untuk saat ini, yang paling disorot adalah mulai lunturnya nilai moral, nilai etika, dan nilai sopan santun dari generasi muda. Tidak dipungkiri, anak muda sekarang kelakuannya memang bikin mengelus dada sampai kaki. Ckckckck
Meningkatnya kasus kekerasan jalanan yang dilakukan anak muda menjadi satu titik noda hitam bagi negara bermoral dan beretika, belum lagi kasus-kasus lain yang semakin menunjukkan bahwa negara ini sudah tidak bermoral dan beretika. Beberapa hari ini kasus-kasus kekerasan remaja juga mulai meningkat, ingat dengan kasus 4 anak di bawah umur memperkosa dan membunuh seorang gadis SMP di Palembang yang terjadi belakangan? Hal itu menjadi bukti nyata bahwa moral dan etika generasi muda sekarang benar-benar terpuruk, bayangkan sajaaaa, 4 anak di rentang usia 12-16 tahun sudah memperkosa dan membunuh manusia?!? Keji betul!
Bahkan, dari lingkaran yang lebih kecil, permasalahan moral dan etika sudah terjadi amat begitu nyata. Saat ini, mimin -bahkan kawan-kawan juga- sudah mulai asing mendengar tiga kata ajaib yang dulu mimin sering dengar, yakni; Tolong, Maaf, Terima kasih. Ketiga kata itu sangat jarang mimin dengar akhir-akhir ini, kenapa? Kurang tahu penyebabnya apa, tapi yang bisa mimin tangkap, tiga kata itu memang sudah sangat jarang mimin dengar.
Padahal, kata Tolong, Maaf, dan Terima kasih ini adalah kata sederhana yang mudah untuk diucapkan, namun ternyata sulit dilakukan. Sekarang, orang kadang tidak menggunakan kata 'tolong' untuk meminta bantuan, lupa untuk mengucap 'maaf' ketika berbuat salah, dan enggan berkata 'terima kasih' ketika telah mendapatkan sesuatu. Sepele, namun dampaknya luar biasa. Tiga kata ajaib itu jika sudah mulai luntur, orang akan jadi abai dengan sekitar, abai dengan perasaan orang, dan bahkan menjadikan kita apatis dan egois. Lebih buruknya, sifat individualis sosial juga akan semakin parah. Sifat keterbukaan juga akan redup, sikap saling tolong menolong juga akan sirna. Permasalahan yang lebih besar adalah hilangnya moral, etika, adab, dan sopan santun pada generasi muda. Lalu, ini sebenarnya salah siapa?
Tidak dapat dipungkiri peran keluarga, lingkungan, dan pemerintah setempat memegang andil besar dari permasalahan moral dan etika anak muda sekarang. Keluarga yang abai, lingkungan yang toksik, dan pemerintah yang tidak becus menangani masalah ini menjadi paket komplit nan hemat untuk melunturkan nilai-nilai moral dan etika anak muda. Namun, keluarga, lingkungan, dan pemerintah juga tidak bisa disalahkan begitu saja, ada juga anak muda yang tumbuh dari keluarga harmonis, lingkungan yang baik, dan tidak terkontaminasi penguasa yang rakus nan serakah, tapi tetap saja tidak punya moral dan etika yang baik. Sebenarnya, kembali lagi ke diri anak muda sendiri. Terkadang, anak muda juga punya alibi atas hal tersebut yakni pencarian jati diri.
Masalah merosotnya moral dan etika anak muda ini adalah penyakit kambuhan, diobati sebentar nanti kumat lagi. Repot. Namun, ada solusi yang mungkin bisa dilakukan dari ketiga unsur tadi. Contohnya begini, keluarga mulai memperhatikan tumbuh kembang sang anak. Anak muda sekarang sudah sangatlah beda dengan zaman ibu bapak dulu waktu muda, tantangan globalisasi yang kian besar juga menjadi faktornya, makanya keluarga juga harus ikut berkembang, up to date dengan dunia digital, agar bisa mengawasi dan membatasi pergaulan anaknya. Selain itu, berikan perhatian kepada anak ketika sedang berada di rumah, diajak berdiskusi, dan berikan pemahaman mengenai moral dan etika dengan mencontohkannya setiap hari. Lalu, dari lingkungan, meski terbentuk secara organik, namun perubahan di lingkungan juga bisa dilakukan melalui diri kita sendiri, mulai dari mensosialisasikan nilai-nilai moral dan etika kepada anak muda, menumbuhkan sikap gotong royong dalam masyarakat, hingga menyelenggarakan kegiatan yang positif seperti mendorong dan mendukung kegiatan organisasi karang taruna. Kalau dari pemerintah, yhaa mungkin agak pusing ya mikir solusinya, lha wong penguasanya juga nir etika dan nir moral, hadeh. Tapi, pasti tetap ada solusinya, yakni pemerintah melalui lembaga-lembaganya menyelenggarakan kelas-kelas pendidikan karakter, penanaman nilai moral dan etika, memfasilitasi masyarakat untuk mengadakan kegiatan positif, dan menjadi contoh yang baik bagi anak muda. Mimin yakin, jika ketiga unsur tersebut berkolaborasi, pelan-pelan Indonesia kembali ke marwahnya sebagai negara yang ramah dan bermoral. Iya kan? -Jagad
Komentar
Posting Komentar